Nama :
Nur Syiffa Arrahma
NIM : 15101127
Tema : Konstitusi
NIM : 15101127
Tema : Konstitusi
KONSTITUSI DI INDONESIA
Konstitusi merupakan peraturan atau ketentuan
dasar mengenai pembentukan suatu negara. Konstitusi sering di sebut
undang-undang dasar atau hukum dasar. Konstitusi memuat ketentuan-ketentuan
pokok bagi berdiri,bertahan dan berlangsungnya suatu negara. Ketentuan-ketentuan
itu biasanya berupa dasar,bentuk, dan tujuan negara. Sejak proklamasi
kemerdekaan bangsa indonesia sudah menciptakan tiga buah konstitusi serta
memberlakukannya dalam masa yang berbeda-beda. Pemberlakuan ketiganya tidak
lepas dari perubahan kehidupan ketatanegaraan indonesia akibat terjadinya
berbagai perkembangan politik tetapi, pergantian konstitusi itu juga sekaligus
menunjukan pergulatan bangsa indonesia dalam mencapai dan menemukan konstitusi
yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa indonesia. Konstitusi yang
pernah berlaku di indonesia adalah : · Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) UUD
1945 dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan bangsa indonesia
diproklamasikan. Rancangan itu kemudian disahkan oleh PPKI menjadi kostitusi negara
republik Indonesia. UUD 1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti
proklamasi kemerdekaan RI. Begitu kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia lahir
sebagai negara. Sebagai negara, dengan sendirinya Indonesia harus memiliki
konstitusi untuk mengatur kehidupan ketatanegaraannya. Untuk itu, UUD 1945
disahkan menjadi konstitusi. Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 berisi hal-hal
prinsip tentang negara Indonesia. Hal-hal itu diantaranya mencakup dasar
negara, tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintah, sistem pemerintahan
dan pembagian kekuasaan. Dari hal-hal pokok ini, empat yang terakhir yakni :
bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan. Menurut UUD 1945
bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat
(1). Dengan bentuk kesatuan,kekuasaan negara dikendalikan atau dipegang oleh
pemerintah pusat. Namun, pemerintah puasat dapat menyerahkan sebagian urusannya
kepada pemerintah daerah disebut sebagai desentralisasi. Sebagai negara
kesatuan, Indonesia menggunakan dan mengembangkan sistem desentralisasi seperti
yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Setiap daerah bersifat otonom, yakni
memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri. Tetapi, hal ini menyangkut
masalah administrasi belaka, serta tidak menjadikan daerah sebagai “ negara”
yang tersendiri. Di dalam wilayahnya Indonesia tidak akan memiliki daerah yang
bersifat staat (negara)-tidak akan ada “negara” didalam negara. Daerah-daerah
Indonesia dibagi kedalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula
menjadi daerah yang lebih kecil yang masing-masing memiliki otonomi. Pembagian
atas daerah-daerah otonomi ini dilakukan dengan undang-undang. Di setiap daerah
yang bersifat otonom dibentuk badan perwakilan/permusyawaratan rakyat karena
pemerintahan daerah pun akan menjalankan prinsip permusyawaratan (musyawarah)
yang demokratis. Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik. Dengan bentuk republik, kekuasaan
pemerintahan negara dipegang oleh Presiden. Presiden merupakan kepala
pemerintahan sekaligus kepala negara. Presiden memperoleh kekuasaan tersebut
karena dipilih oleh rakyat melalui tata cara tertentu berdasarkan
undang-undang. Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka,
presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai
lembaga pemilih dan pengangkat presiden, ketika itu belum terbentuk.
Pembentukan MPR belum dapat dilakukan karena pemilihan umum (pemilu) untuk
memilih para anggota MPR belum dapat diselenggarakan. Berdasarkan UUD 1945,
Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Menurut sistem
ini, presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah
MPR. Tetapi, akibat keadaan transisi (masa peralihan) yang cenderung bersifat
darurat, penyelenggaraan negara dengan ketentuan seperti itu belum dapat
sepenuhnya dilakukan. Pada saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat
luas. Menurut pasal IV Aturan Peralihan, selain menjalankan kekuasaan
eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR. Selain presiden dan
wakil presiden saat itu hanya ada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
berkedudukan sebagai pembantu presiden. Praktis presiden menjalankan kekuasaan
yang seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi lembaga negara lainnya.
Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan tersebut menimbulkan kesan bahwa kekuasaan
presiden mutlak atau tak terbatas (absolut). Hal ini kiranya perlu di
netralisasi maka, kemudian dikeluarkan maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16
Oktober 1945, yang isinya memberikan kewenangan kepada KNIP untyk memegang
kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan
Negara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar