Rabu, 11 November 2015

Konstitusi (Jenny Thalia)



Nama: Jenny Thalia Faurine
NIM: 15101123
Prodi: Manajemen

MENGHORMATI KONSTITUSI
           
            Seorang ahli bernama Carl Schmitt membagi ‘konstitusi’ ke dalam empat sub-pengertian. Yaitu, konstitusi dalam arti absolut, konstitusi dalam arti relatif, konstitusi dalam arti positif, dan konstitusi dalam arti ideal.
            Sub-pengertian keempat membuat saya termenung sejenak. Konstitusi dalam arti ideal menurut Carl Schmitt adalah konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya.
            Hal itu terdengar miris, ketika saya menulis artikel ini, adalah di bulan November. Mengingatkan saya pada tragedi 17 tahun yang lalu. Tragedi Semanggi 1 yang terjadi pada 13 November 1998.
            Mungkin saat itu saya belum ikut andil dalam pergerakan mahasiswa dan masyarakat dalam mengawal pemerintahan Indonesia menuju reformasi dan demokrasi. Namun duka yang ada di 17 tahun lalu mengikuti perkembangan saya sampai saat ini. Di mana mahasiswa yang bersuara mendapat bungkaman—dari sekadar ditahan sampai dibungkam oleh kematian.
            Jaminan atas hak asasi serta perlindungannya, terdengar seperti kebohongan belaka ketika menilik kasus Tragedi Semanggi 1 ini. Sampai saat ini, 17 tahun setelah kejadian yang menewaskan 17 orang—7 di antaranya adalah mahasiswa—Kejaksaan Agung menolak berkas penyelidikan dari Komnas HAM dengan berbagai alasan.
            Masyarakat menuntut hak asasi kepada konstitusi, kepada pemerintahan. Menuntut keadilan atas dibungkamnya mahasiswa dan masyarakat pada Tragedi Semanggi 1, Tragedi Semanggi II, dan Tragedi Trisakti. Namun Kejaksaan Agung beserta jajarannya menolak untuk mengusut kasus ini. Membiarkan kroni-kroni yang membungkam mahasiswa dan masyarakat pada tahun 1998 ke belakang berkeliaran bebas di luar sana. Tanpa diadili atas apa yang mereka perbuat.
Tujuan konstitusi adalah membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang. Tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela, dan bisa merugikan rakyat banyak.
Seperti yang kita ketahui, konstitusi Negara kita bukan baru dibuat kemarin sore. Namun sudah berpuluh-puluh tahun lalu. Sebelum kita dikuasai rezim otoriter, militeristik, dan korup, Indonesia sudah mempunyai konstitusi dan jelas, tujuannya seperti apa yang saya paparkan di atas.
17 tahun yang lalu, mahasiswa dan masyarakat sudah geram pada rezim tersebut, yang jelas-jelas melenceng jauh dari tujuan konstitusi. Mereka meminta keadilan, meminta untuk negara ini dijalankan dengan sebagaimana mestinya. Meminta kebebasan untuk angkat bicara tanpa takut ‘dibredel’ atau ‘hilang selamanya’. Meminta keadilan, tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme di mana-mana.
Sampai saat ini, ketika rezim tersebut telah turun, keadilan belum juga kita dapatkan. Masih banyak kroni yang menutup jalan mencari keadilan bagi mereka yang membongkar semua kejahatan di pemerintahan. Mereka yang berbuat seperti itu, tidak lagi menatap konstitusi sebagai inti dari negara yang harus dihormati dan dijadikan landasan menjalankan negara ini.
Mau sampai kapan lagi, konstitusi di negara ini hanya dijadikan ‘pajangan’ saja?
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar