Nama : Indira
Ayu Pradita
Prodi :
Manajemen
NIM :
15101159
Berbeda-beda
tetapi Tetap Satu
Berlambang
Garuda dan bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, itulah negeriku, Indonesia. Bhineka
Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu berasal dari sebuah
karangan yang dinamakan buku Sutasoma dari Mpu Tantular yang dibuat sekitar
abad ke-14 pada masa Kerajaan Majapahit. Dalam karangan tersebut, makna dari
Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan terhadap perbedaan akan kepercayaan serta
kepercayaan di tengah masyarakat yang hidup pada zaman Majapahit.
Bhinneka
Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara Muhammad Yamin,
I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI sekitar
2,5 bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia(Kusuma R.M. A.B, 2004).
Bahkan Bung Hatta sendiri mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan
ciptaan Bung Karno pasca Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian
ketika mendesain Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk burung Garuda
Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke
dalamnya. Secara resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik
Indonesia Serikat yg dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950
berdasarkan rancangan yang diciptakan oleh Sultan Hamid ke-2 (1913-1978). Pada
sidang tersebut mengemuka banyak usulan rancangan lambang negara, selanjutnya
yang dipilih adalah usulan yang diciptakan Sultan Hamid ke-2 & Muhammad
Yamin, dan kemudian rancangan dari Sultan Hamid yang akhirnya
ditetapkan (Yasni, Z, 1979). Karya Mpu Tantular tersebut oleh para
founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan
kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama,
kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran
tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam
cengkeraman kedua cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah
kendaraanDewa Vishnu (Ma’arif A. Syafii, 2011).
Dalam proses
perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat sebagai orang yang
pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ikadijadikan
semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang
dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan
kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang
BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka
Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng)
yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan
hana dharma mangrwa.” Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin,
sekaligus menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih
hidup dan dipelajari orang (Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma
ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan
masyarakat intelektual Hindu Bali.
Untuk Indonesia, Bhineka Tunggal Ika mendeskripsikan
Indonesia yang memiliki banyak perbedaan ras, suku, agama, Bahasa, kebudayaan,
dll. Tetapi masih menjadi satu kesatuan yaitu Indonesia. Indonesia adalah
negara yang berkepulauan maka disetiap pulau pasti ada perbedaan antara pulau
satu dengan yang lainnya oleh karena itu Bhineka Tunggal Ikalah yang menjadi
penyatu masyarakat Indonesia yang multicultural agar tidak terjadi konflik
akibat perbedaan.
Prinsip Bhineka Tunggal Ika mendukung nilai seperti:
-
Nilai inklusif : tidak memandang rendah
orang/kelompok lain
-
Sikap rukun dan damai : sikap toleransi,
saling menghargai perbedaan yang ada
-
Musyawarah untuk mencapai mufakat
-
Sikap kasih sayang dan rela berkorban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar