Nama : Deanna Zerlina April
Nim : 15101140
Hukum dan Keadilan di Indonesia
Supremasi berasal dari bahasa Inggris
“supreme” yang berarti “highest in degree”, yang dapat diterjemahkan
“mempunyai derajat tinggi”. Dengan demikian, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum harus berada di tempat
yang paling tinggi,
Sesuai dengan pasal 1 ayat 3 Undang – Undang
dasar 1945 amandemen bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, namun
hal tersebut hanya sekedar topeng untuk negara yang subur dan makur ini.
Karena banyaknya kasus – kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang
sudah berlarut – larut tidak terselesaikan. Celakanya lagi, sebelum
kasus yang satu terselesaykan, muncul lagi kasus pelanggaran hukum yang
lainnya yang tidak kalah heboh dengan kasus yang sebelumnya. Selain itu,
lemahnya penegakan hukum di indonesia membuat para pelanggar hukum
menjadi lebih leluasa untuk mengulang terus menerus. Hal tersebut adalah
PR bagi pemerintah, supaya hukum di indonesia dapat ditegakan dengan
baik. Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum
itu dan memberi tekanan kepada faktor – faktor yang telah menentukan
isis sesungguhnya dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang
kita harapkan bukan faktor hukum saja, namun faktor aparat penegak hukum
juga sangat berpengaruh dalam penegakan supremasi hukum di indonesia.
Orang mulai tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum
itu sendiri masih belum bisa memberikan perlindungan terhadap
masyarakat. Survey membuktikan bahwa sampai saat ini, pengadilan sebagai
institusi pencari keadilan ternyata belum dapat memberikan kepuasan
terhadap masyarakat bawah. Contohnya pada kasus pelanggaran lalu lintas,
seseorang yang melanggar lalu lintas tidak takut terhadap petugas
kepolisian yang memberhentikan dan memberikan sanksi kepada seseorang
pelanggar tersebut. Karena pelanggar sudah dapat memastikan kalau
hukuman itu dapat ditukar dengan uang, sehingga meskipun sudah di sanksi
beberapa kali, pelanggar lalu lintas tidak takut terhadap petugas
kepolisian. Ketika disuruh sidang di pengadilan pun, pelanggar tidak
takut juga. Karena sebelum proses persidangan di mulai, banyak calo-calo
yang menawarkan jasa sidang untuk mengambil SIM (surat izin mengemudi)
dengan harga berkisar 70.000 – 100.000 bahkan lebih sehingga persoalan
sidang sudah beres. Hal tersebut menunjukan sangat lemahnya penegakan
hukum di indonesia. Bukti lain adalah para koruptor yang korupsi
milyaran bakan triliunan rupiah masih dapat berkeliaran dengan bebas,
bolak-balik keluar negeri, dapat hiburan kemana saja bisa dilakukan.
Bahkan ada yang sudah diputus oleh hukuman penjara pun masih bisa
melakukan aktifitas sehari-harinya. Sedangkan jika kita lihat kebawah
seperti pencuri, jambret, perampok kecil-kecilan yang terpaksa mereka
lakukan untuk memenuhu kebutuhan keluarganya dan mempertahankan hidupnya
harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan kepolisian. Dan
memang ini adalah proses pelanggaran dan kejahatan hukum, tapi kalau
dibandingkan dengan penjahat kelas kakap (koruptor) yang hanya dapat
dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan
ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan
supremasi hukum. Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung
dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom,
menjadi tugas yang disampingkannya.
Kasus mafia pajak oleh mantan
pegawai pajak yang juga terdakwa kasus korupsi dan juga pemberian
keterangan palsu, Gayus HP Tambunan yang sampai saat ini masih berlarut –
larut, dan belum juga tuntas sampai saat ini. Hal tersebut sangat
mencerminkan lemahnya hukum di Indonesia, yang telah terbukti ketika
Gayus dapat tengan mudah keluar dari tahanan dan jalan – jalan nonton
tenis ke bali . Bahkan baru – baru ini gayus telah terbukti jalan jalan
lagi ke china, kualalumpur dan singapura, dia berangkat ke luar negeri
bersama sama dengan isterinya, dan sampai saat ini motif dari kasus
kepergiannya itu belum terungkap oleh tim penyidik. Gayus pergi dengan
menggunakan paspor palsu atas nama sony laksono, paspor tersebut dibuat
oleh calo yang sampai saat ini belum terungkap oleh hukum. Salah satu
kejanggalan yang ditemukan dalam paspor sony laksono terdapat dalam
fotonya, seharusnya ketika difoto dilarang menggunakan kacamata. Namun
paspor sony laksono menggunakan kaca mata. Hal yang menguatkannya bahwa
foto yang terdapat dalam paspor tersebut mirip dengan gayus ketika ia
terbukti jalan – jalan nonton tenis ke Bali dengan atribut wig dan
kacamata yang dikenakannya, sehingga itu dapat meyakinkan pihak
kepolisian. Meskipun telah terbentuknya pimpinan KPK baru dan juga
kejaksaan baru namun sampai saat ini kasus mafia pajak tersebut belum
menemukan solusi dan hukum yang tegas.
Bukan hanya kasus korupsi
Gayus HP Tambunan, belum lama ini pemerintah telah melantik Terdakwa
menjadi walikota. Padahal Jefferson Rumajar (terdakwa yang dilantik jadi
walikota), sedang berada dalam lembaga pemasyarakatan Cipinang,
Jakarta. Hal ini sangat ironi, karena pemerintah tetap melakukan
pelantikan terhadap walikota tersebut. Saat Jefferson terpilih kembali,
status dia sedang tersangka kasus korupsi dana anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) tahun 2006 – 2008. Kasus ini telah membuktikan
lemahnya bangsa indonesia ini, yang telah memilih pemimpin yang sedang
mengalami tersangka tersebut. Bangsa indonesia ini masih belum
mengetahui hak dan kewajibannya, hal tersebut telah terbukti dengan
memilih pemimpin yang terbukti dalam kasus korupsi. Namun bukan hanya
rakyatnya saja, ironisnya lagi pemerintah tetap melakukan pelantikan
terhadap walikota Tomohon, sulawesi utara itu.
Sekarang kita lihat
penjara atau lembaga pemasyarakatan, sampai saat ini penjara dan rumah
tahanan masi belum juga berubah. Masih banyak permasalahan –
permasalahan dan kasus yang terdapat di penjara dan rumah tahanan di
indonesia. Kasus kasus yang muncul dari dulu sampai sekarang sama saja,
misalnya seperti kelebihan kapasitas, penemuan fasilitas mewah, hingga
penggunaan telepon selurer di penjara. Para koruptor yang sudah menghuni
rumah tahanan dan penjara pernah ditemukan fasilitas – fasilitas mewah,
sehingga menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang lain
yang terdapat dalam kalangan menengah kebawah. Misalnya saja kasus yang
masih segar di ingatan kita yaitu kasus narapidana wanita Artalyta
Suryani dan Limarita dalam kasus suap di BLBI dan narkoba di Rumah
tahanan (Rutan) wanita kelas II A pondok bambu, Jakarta Timur beberapa
waktu lalu. Mereka telah difasilitasi petugas LP dengan menyulap rutan
layaknya sebuah hotel layaknya hutan berbintang lima. Di dalam rutan itu
terdapat ruang karaoke, meja kerja khusus, AC, TV layar datar dan
BlackBerry. Kasus Artalyta Suryani tu sebagai salah satu bentuk kasus
pelanggaran yang terjadi di lembaga pemasyarakatan yang harus segera di
benahi dan di perbaiki oleh pemerintah. Pemerintah harusnya memantau dan
memperhatikan lembaga pemasyarakatan yang ada di tanah air ini, karena
selain dari kasus – kasus pelanggaran yang terjadi itu ternyata lembaga
pemasyarakatan di indonesia ini dianggap sebagai penjara yang
menakutkan. Hal tersebut terbukti dari banyaknya para nara pidana yang
meninggal dunia yaitu sebanyak 813 orang sepanjang tahun 2006-2009 di
sejumlah LP di tanah air. Salah satu penyebab utama dari napi yang
meninggal itu karena sempitnya ruangan yang dihuni oleh 5 – orang,
kemudian langkanya air bersih dan tidak bermutunya menu makanan, dan
tidak adanya layanan kesehatan yang memadai.
Dan itu semua adalah
fakta yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain
kasus-kasus pelanggaran hukum di atas, masih banyak lagi
pelanggaran-pelanggaran lain yang sudah menginjak-injak dan berkedok
atas dasar hukum. Hukum di Indonesia perlu ada perubahan. Dan disinilah
upaya-upaya segenap warga Negara dalam penegakan hukum yang ada di
Indonesia. Hukum bukan sekedar tameng yang diguakan untuk bersembunyi.
Tapi, hukum itu sendiri adalah sebuah norma yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya. Selain itu, sebagai warga
Negara juga harus melakukan pengendalian terhadap hukum itu sendiri,
bukan sebagai penonton, tetapi juga sebagai pelaku dalam hukum, tidak
peduli ia masyarakat menengah kebawah, keatas, anak-anak, mahasiswa, dan
segenap aspek dn lapisan masyarakat juga harus mengerti tentang hukum
dan menjunjung tinggi nilai hukum.
Jadi, perlunya sosialisasi dan
pemberian pengertian dari pemerintah agar masyarakat mengerti hukum.
Selain itu juga sebagai warga Negara, haruslah pandai-pandai memilih
perwakilan di dalam kelembagaan Negara. Warga Negara tidak memandang
dari segi apapun dalam memilih wakil rakyat. Tapi haruslah dengan hati
nurani dan dipercaya. Tidak peduli ia kaya atau tidak, tampan dan
sebagainya, tapi ia mengerti hukum dan menjung tinggi nilai-nilai yang
ada dalam hukum itu sendiri.
Perubahan dalam supremasi hukum, harus
dimulai dari diri sendiri. Begitu juga denga pemerintah. Pemerintah
harus tegas dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan dimata hukum. Tidak
pandang bulu dalam mengatasi masalah. Harus ada control yang jelas dari
pemerintah kepada para penegak hukum dan aparatur Negara. Bukan hanya
di dalam pemerintahan pusat saja, tapi juga di dalam pemerintahan yang
dalam arti luas.
Lembaga peradilan, sebagai penegak hukum, harus
melaksanakan tugasnya dengan baik. Adili dengan seadil-adilnya. Tidak
ada pengadilan secara sepihak. Tegas dalam mengambil suatu keputusan dan
mampu memberikan pelayananan yang baik kepada masyarakat. Dalam
mengambil keputusan juga harus benar-benar dengan kebijaksanaan yang
tinggi.
Sebagai mahasiswa, upaya yang dapat dilakukan dalam penegakan
hukum di negeri ini adalah dengan giat dan gemar dalam sosialisasi
hukum di dalam masyarakat. Sebagai control kepada pemerintah, karena
kita tahu bahwa, mahasiswa adalah sebagai agen perubahan. Sehingga
diharapkan dari mahasiswa sendiri dapat menjadi sebagai pembawa
perubahan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar