Jumat, 20 November 2015

Konstitusi (Deanna Zerlina)

Nama              : Deanna Zerlina April
Nim                 : 15101140
                                                           Hukum dan Keadilan di Indonesia
Supremasi berasal dari bahasa Inggris “supreme” yang berarti “highest in degree”, yang dapat diterjemahkan “mempunyai derajat tinggi”. Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum harus berada di tempat yang paling tinggi,
Sesuai dengan pasal 1 ayat 3 Undang – Undang dasar 1945 amandemen bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, namun hal tersebut hanya sekedar topeng untuk negara yang subur dan makur ini. Karena banyaknya kasus – kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang sudah berlarut – larut tidak terselesaikan. Celakanya lagi, sebelum kasus yang satu terselesaykan, muncul lagi kasus pelanggaran hukum yang lainnya yang tidak kalah heboh dengan kasus yang sebelumnya. Selain itu, lemahnya penegakan hukum di indonesia membuat para pelanggar hukum menjadi lebih leluasa untuk mengulang terus menerus. Hal tersebut adalah PR bagi pemerintah, supaya hukum di indonesia dapat ditegakan dengan baik. Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan memberi tekanan kepada faktor – faktor yang telah menentukan isis sesungguhnya dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan faktor hukum saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat berpengaruh dalam penegakan supremasi hukum di indonesia. Orang mulai tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri masih belum bisa memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Survey membuktikan bahwa sampai saat ini, pengadilan sebagai institusi pencari keadilan ternyata belum dapat memberikan kepuasan terhadap masyarakat bawah. Contohnya pada kasus pelanggaran lalu lintas, seseorang yang melanggar lalu lintas tidak takut terhadap petugas kepolisian yang memberhentikan dan memberikan sanksi kepada seseorang pelanggar tersebut. Karena pelanggar sudah dapat memastikan kalau hukuman itu dapat ditukar dengan uang, sehingga meskipun sudah di sanksi beberapa kali, pelanggar lalu lintas tidak takut terhadap petugas kepolisian. Ketika disuruh sidang di pengadilan pun, pelanggar tidak takut juga. Karena sebelum proses persidangan di mulai, banyak calo-calo yang menawarkan jasa sidang untuk mengambil SIM (surat izin mengemudi) dengan harga berkisar 70.000 – 100.000 bahkan lebih sehingga persoalan sidang sudah beres. Hal tersebut menunjukan sangat lemahnya penegakan hukum di indonesia. Bukti lain adalah para koruptor yang korupsi milyaran bakan triliunan rupiah masih dapat berkeliaran dengan bebas, bolak-balik keluar negeri, dapat hiburan kemana saja bisa dilakukan. Bahkan ada yang sudah diputus oleh hukuman penjara pun masih bisa melakukan aktifitas sehari-harinya. Sedangkan jika kita lihat kebawah seperti pencuri,  jambret, perampok kecil-kecilan yang terpaksa mereka lakukan untuk memenuhu kebutuhan keluarganya dan mempertahankan hidupnya harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan kepolisian. Dan memang ini adalah proses pelanggaran dan kejahatan hukum, tapi kalau dibandingkan dengan penjahat kelas kakap (koruptor) yang hanya dapat dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan supremasi hukum. Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom, menjadi tugas yang disampingkannya.
Kasus mafia pajak oleh mantan pegawai pajak yang juga terdakwa kasus korupsi dan juga pemberian keterangan palsu, Gayus HP Tambunan yang sampai saat ini masih berlarut – larut, dan belum juga tuntas sampai saat ini. Hal tersebut sangat mencerminkan lemahnya hukum di Indonesia, yang telah terbukti ketika Gayus dapat tengan mudah keluar dari tahanan dan jalan – jalan nonton tenis ke bali . Bahkan baru – baru ini gayus telah terbukti jalan jalan lagi ke china, kualalumpur dan singapura, dia berangkat ke luar negeri bersama sama dengan isterinya, dan sampai saat ini motif dari kasus kepergiannya itu belum terungkap oleh tim penyidik. Gayus pergi dengan menggunakan paspor  palsu atas nama sony laksono, paspor tersebut dibuat oleh calo yang sampai saat ini belum terungkap oleh hukum. Salah satu kejanggalan yang ditemukan dalam paspor sony laksono terdapat dalam fotonya, seharusnya ketika difoto dilarang menggunakan kacamata. Namun paspor sony laksono menggunakan kaca mata. Hal yang menguatkannya bahwa foto yang terdapat dalam paspor tersebut mirip dengan gayus ketika ia terbukti jalan – jalan nonton tenis ke Bali dengan atribut wig dan kacamata yang dikenakannya, sehingga itu dapat meyakinkan pihak kepolisian. Meskipun telah terbentuknya pimpinan KPK baru dan juga kejaksaan baru namun sampai saat ini kasus mafia pajak tersebut belum menemukan solusi dan hukum yang tegas.
Bukan hanya kasus korupsi Gayus HP Tambunan, belum lama ini pemerintah telah melantik Terdakwa menjadi walikota. Padahal Jefferson Rumajar (terdakwa yang dilantik jadi walikota), sedang berada dalam lembaga pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Hal ini sangat ironi, karena pemerintah tetap melakukan pelantikan terhadap walikota tersebut. Saat Jefferson terpilih kembali, status dia sedang tersangka kasus korupsi dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2006 – 2008. Kasus ini telah membuktikan lemahnya bangsa indonesia ini, yang telah memilih pemimpin yang sedang mengalami tersangka tersebut. Bangsa indonesia ini masih belum mengetahui hak dan kewajibannya, hal tersebut telah terbukti dengan memilih pemimpin yang terbukti dalam kasus korupsi. Namun bukan hanya rakyatnya saja, ironisnya lagi pemerintah tetap melakukan pelantikan terhadap walikota Tomohon, sulawesi utara itu.
Sekarang kita lihat penjara atau lembaga pemasyarakatan, sampai saat ini penjara dan rumah tahanan masi belum juga berubah. Masih banyak permasalahan – permasalahan dan kasus yang terdapat di penjara dan rumah tahanan di indonesia. Kasus kasus yang muncul dari dulu sampai sekarang sama saja, misalnya seperti kelebihan kapasitas, penemuan fasilitas mewah, hingga penggunaan telepon selurer di penjara. Para koruptor yang sudah menghuni rumah tahanan dan penjara pernah ditemukan fasilitas – fasilitas mewah, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang lain yang terdapat dalam kalangan menengah kebawah. Misalnya saja kasus yang masih segar di ingatan kita yaitu kasus narapidana wanita Artalyta Suryani dan Limarita dalam kasus suap di BLBI dan narkoba di Rumah tahanan (Rutan) wanita kelas II A pondok bambu, Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Mereka telah difasilitasi petugas LP dengan menyulap rutan layaknya sebuah hotel layaknya hutan berbintang lima. Di dalam rutan itu terdapat ruang karaoke, meja kerja khusus, AC, TV layar datar dan BlackBerry. Kasus Artalyta Suryani tu sebagai salah satu bentuk kasus pelanggaran yang terjadi di lembaga pemasyarakatan yang harus segera di benahi dan di perbaiki oleh pemerintah. Pemerintah harusnya memantau dan memperhatikan lembaga pemasyarakatan yang ada di tanah air ini, karena selain dari kasus – kasus pelanggaran yang terjadi itu ternyata lembaga pemasyarakatan di indonesia ini dianggap sebagai penjara yang menakutkan. Hal tersebut terbukti dari banyaknya para nara pidana yang meninggal dunia yaitu sebanyak 813 orang sepanjang tahun 2006-2009 di sejumlah LP di tanah air. Salah satu penyebab utama dari napi yang meninggal itu karena sempitnya ruangan yang dihuni oleh 5 – orang, kemudian langkanya air bersih dan tidak bermutunya menu makanan, dan tidak adanya layanan kesehatan yang memadai.
Dan itu semua adalah fakta yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain kasus-kasus pelanggaran hukum di atas, masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran lain yang sudah menginjak-injak dan berkedok atas dasar hukum. Hukum di Indonesia perlu ada perubahan. Dan disinilah upaya-upaya segenap warga Negara dalam penegakan hukum yang ada di Indonesia. Hukum bukan sekedar tameng yang diguakan untuk bersembunyi. Tapi, hukum itu sendiri adalah sebuah norma yang harus dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya. Selain itu, sebagai warga Negara juga harus melakukan pengendalian terhadap hukum itu sendiri, bukan sebagai penonton, tetapi juga sebagai pelaku dalam hukum, tidak peduli ia masyarakat menengah kebawah, keatas, anak-anak, mahasiswa, dan segenap aspek dn lapisan masyarakat juga harus mengerti tentang hukum dan menjunjung tinggi nilai hukum.
Jadi, perlunya sosialisasi dan pemberian pengertian dari pemerintah agar masyarakat mengerti hukum. Selain itu juga sebagai warga Negara, haruslah pandai-pandai memilih perwakilan di dalam kelembagaan Negara. Warga Negara tidak memandang dari segi apapun dalam memilih wakil rakyat. Tapi haruslah dengan hati nurani dan dipercaya. Tidak peduli ia kaya atau tidak, tampan dan sebagainya, tapi ia mengerti hukum dan menjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam hukum itu sendiri.
Perubahan dalam supremasi hukum, harus dimulai dari diri sendiri. Begitu juga denga pemerintah. Pemerintah harus tegas dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan dimata hukum. Tidak pandang bulu dalam mengatasi masalah. Harus ada control yang jelas dari pemerintah kepada para penegak hukum dan aparatur Negara. Bukan hanya di dalam pemerintahan pusat saja, tapi juga di dalam pemerintahan yang dalam arti luas.
Lembaga peradilan, sebagai penegak hukum, harus melaksanakan tugasnya dengan baik. Adili dengan seadil-adilnya. Tidak ada pengadilan secara sepihak. Tegas dalam mengambil suatu keputusan dan mampu memberikan pelayananan yang baik kepada masyarakat. Dalam mengambil keputusan juga harus benar-benar dengan kebijaksanaan yang tinggi.
Sebagai mahasiswa, upaya yang dapat dilakukan dalam penegakan hukum di negeri ini adalah dengan giat dan gemar dalam sosialisasi hukum di dalam masyarakat. Sebagai control kepada pemerintah, karena kita tahu bahwa, mahasiswa adalah sebagai agen perubahan. Sehingga diharapkan dari mahasiswa sendiri dapat menjadi sebagai pembawa perubahan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar