Nama : Disty Apriyanti
NIM
: 15101142
Pancasila Dalam Perspektif Islam
Akhir-akhir ini banyak
bermunculan upaya-upaya yang dilakukan baik oleh golongan yang pro dan kontra
terhadap keberadaan pancasila. M.Syafi’I Anwar mengklasifikasikan pradigma pemikiran
politik islam yang berkembang di dunia kaum muslimin, yang masing-masing
memiliki pandangan tersendiri tentang islam sebagai dasar negara Indonesia. Pertama, Substantif-Inklusif, yang memandang dan meyakini bahwa islam
sebagai agama tidak merumuskan konsep-konsep teoritis yang berhubungan dengan
politik, apalagi kenegaraan. Kedua,
Legal-Eksklusif, yang memandang dan meyakini bahwa islam bukan hanya agama,
tetapi juga sebuah sistem hukum yang lengkap, sebuah ideologi universal dan
sistem yang paling sempurna yang mampu memecahkan seluruh permasalahan
kehidupan umat manusia.
Dua kelompok besar ini
juga tampak secara jelas di negara Indonesia. Satu kelompok yang berupaya keras
untuk mempertahankan agar Pancasila tetap menjadi pondasi NKRI, dan kelompok
lainnya getol dan rutin selalu mengorbankan semangat tentang konsep negara
Islam sebagai pilar negara Indonesia.
A.
Pancasila
dalam pandangan Islam
Dalam
suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa mengakomodir seluruh
masyarakat di bawah naungan negara tersebut. Di Indonesia sebagaimana kita
ketahui bersama dalam sejarah bahwa sejak lama Pancasila telah menopang dan
mengakomodir berbagai suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Hal ini
dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris
dalam Al-Qur’an.
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa
Di dalam Al-Qur’an beberapa ayatnya
menyebutkan dan mengajarkan kepada umat islam untuk selalu mengesakan Allah SWT
(QS. Al-Baqarah: 163). Dalam pandangan islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun,
dalam pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang
disembah.
2.
Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab
Sila kedua ini mencerminkan nilai kemanusiaan dan bersikap adil
(Qs. Al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan
alam.
3.
Persatuan
Indonesia
Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu bersatu dan menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali Imron: 103).
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Pancasila dalam sila keempat ini selaras dengan apa yang telah
digariskan al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Islam selalu mengajarkan untuk selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi
permasalahan kehidupan (Shaad: 20) dan selalu menekankan untuk menyelesaikannya
dalam suasana demokratis (Ali Imron: 159).
5. Keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila yang menggambarkan terwujudnya rakyat adil, makmur, aman
dan damai. Hal ini disebutkan dalam surat al-Nahl ayat 90.
Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia
(Zahro, 2006:98-99) secara tegas menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi
yang dianut oleh UUD 1945 merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD
1945 dan Pancasila. Mereka memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan
nurani ajaran al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai
berikut:
v Sumber kemunculan demokrasi adalah manusia.
Dalam demokrasi, yang berwenang untuk menetapkan hukum atas segala perbuatan
adalah akal manusia. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam, di mana yang
berwenang menetapkan segala hukum adalah Allah, bukan akal.
v Akidah yang melahirkan ide demokrasi adalah
akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan dan negara. Akidah ini
memang tidak mengingkari eksistensi agama, namun ia menghapuskan perannya untuk
mengatur kehidupan bernegara. Konsekuensinya adalah akidah ini memberikan
kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan kehidupannya sendiri.
v Ide pokok demokrasi yang menjadikan kedaulatan
di tangan rakyat sebagai sumber kedaulatan, menyebabkan rakyat dapat menetapkan
konstitusi, peraturan dan undang-undang apapun berdasarkan pertimbangan mereka
sesuai dengan kemaslahatan yang mereka perlukan. Dengan begitu, rakyat melalui
para wakilnya berhak melegalkan perbuatan murtad, keyakinan paganisme atau
animisme, perzinahan, homoseksual, dan perbuatan lainnya yang diharamkan oleh
syari’at Islam.
v Asas nasionalisme yang terkandung pada UUD
1945 merupakan bagian dari ta’assub (kefanatikan) yang dilarang
dalam Islam. Semua aktivitas politik umat Islam seharusnya ditujukan untuk
kejayaan Islam dan umatnya secara universal. Nasionalisme secara tidak langsung
memecah-belah kesatuan teritorial Islam yang universal.
Dengan demikian
Pancasila pada dasarnya mampu untuk mengakomodir semua lini kehidupan
Indonesia, sehingga tidak mungkin dipaksakan konsep khilafah untuk diterapkan
di negeri ini. Indonesia bukan negara Islam, dan Islam pun tidak memerintahkan
untuk menciptakan negara Islam. Nabi Saw. telah mengajarkan dan memberikan
teladan kepada kita tentang bagaimana hidup berdampingan dengan berbagai
perbedaan ras, suku bangsa, dan agama. Sebagaimana hal ini telah termaktub
dalam Piagam Madinah. Bahkan dalam suatu sabda beliau: Antum a’lamu bi
umuri dunyakum (kalian lebih mengerti tentang urusan dunia kalian).
Mengenai urusan keduniaan kita diberikan kebebasan untuk mengaturnya, namun
tetap harus dilandasi oleh ta’abbud. Tanpa tujuan ta’abbud ini
niscaya kehidupan yang kita jalani menjadi kosong tanpa tujuan yang berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar