Rabu, 14 Oktober 2015

Pancasila (Disty Apriyanti)



Nama : Disty Apriyanti
NIM : 15101142


Pancasila Dalam Perspektif Islam
Akhir-akhir ini banyak bermunculan upaya-upaya yang dilakukan baik oleh golongan yang pro dan kontra terhadap keberadaan pancasila. M.Syafi’I Anwar mengklasifikasikan pradigma pemikiran politik islam yang berkembang di dunia kaum muslimin, yang masing-masing memiliki pandangan tersendiri tentang islam sebagai dasar negara Indonesia. Pertama, Substantif-Inklusif, yang memandang dan meyakini bahwa islam sebagai agama tidak merumuskan konsep-konsep teoritis yang berhubungan dengan politik, apalagi kenegaraan. Kedua, Legal-Eksklusif, yang memandang dan meyakini bahwa islam bukan hanya agama, tetapi juga sebuah sistem hukum yang lengkap, sebuah ideologi universal dan sistem yang paling sempurna yang mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupan umat manusia.
Dua kelompok besar ini juga tampak secara jelas di negara Indonesia. Satu kelompok yang berupaya keras untuk mempertahankan agar Pancasila tetap menjadi pondasi NKRI, dan kelompok lainnya getol dan rutin selalu mengorbankan semangat tentang konsep negara Islam sebagai pilar negara Indonesia.
A.    Pancasila dalam pandangan Islam
Dalam suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa mengakomodir seluruh masyarakat di bawah naungan negara tersebut. Di Indonesia sebagaimana kita ketahui bersama dalam sejarah bahwa sejak lama Pancasila telah menopang dan mengakomodir berbagai suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris dalam Al-Qur’an.
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Di dalam Al-Qur’an beberapa ayatnya menyebutkan dan mengajarkan kepada umat islam untuk selalu mengesakan Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 163). Dalam pandangan islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun, dalam pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang disembah.
2.      Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Sila kedua ini mencerminkan nilai kemanusiaan dan bersikap adil (Qs. Al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam.
3.      Persatuan Indonesia
Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersatu dan menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali Imron: 103).
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Pancasila dalam sila keempat ini selaras dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu mengajarkan untuk selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Shaad: 20) dan selalu menekankan untuk menyelesaikannya dalam suasana demokratis (Ali Imron: 159).
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila yang menggambarkan terwujudnya rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal ini disebutkan dalam surat al-Nahl ayat 90.
Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia (Zahro, 2006:98-99) secara tegas menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD 1945 merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Mereka memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan nurani ajaran al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:
v  Sumber kemunculan demokrasi adalah manusia. Dalam demokrasi, yang berwenang untuk menetapkan hukum atas segala perbuatan adalah akal manusia. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam, di mana yang berwenang menetapkan segala hukum adalah Allah, bukan akal.
v  Akidah yang melahirkan ide demokrasi adalah akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan dan negara. Akidah ini memang tidak mengingkari eksistensi agama, namun ia menghapuskan perannya untuk mengatur kehidupan bernegara. Konsekuensinya adalah akidah ini memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan kehidupannya sendiri.
v  Ide pokok demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan rakyat sebagai sumber kedaulatan, menyebabkan rakyat dapat menetapkan konstitusi, peraturan dan undang-undang apapun berdasarkan pertimbangan mereka sesuai dengan kemaslahatan yang mereka perlukan. Dengan begitu, rakyat melalui para wakilnya berhak melegalkan perbuatan murtad, keyakinan paganisme atau animisme, perzinahan, homoseksual, dan perbuatan lainnya yang diharamkan oleh syari’at Islam.
v  Asas nasionalisme yang terkandung pada UUD 1945 merupakan bagian dari ta’assub (kefanatikan) yang dilarang dalam Islam. Semua aktivitas politik umat Islam seharusnya ditujukan untuk kejayaan Islam dan umatnya secara universal. Nasionalisme secara tidak langsung memecah-belah kesatuan teritorial Islam yang universal.

Dengan demikian Pancasila pada dasarnya mampu untuk mengakomodir semua lini kehidupan Indonesia, sehingga tidak mungkin dipaksakan konsep khilafah untuk diterapkan di negeri ini. Indonesia bukan negara Islam, dan Islam pun tidak memerintahkan untuk menciptakan negara Islam. Nabi Saw. telah mengajarkan dan memberikan teladan kepada kita tentang bagaimana hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan ras, suku bangsa, dan agama. Sebagaimana hal ini telah termaktub dalam Piagam Madinah. Bahkan dalam suatu sabda beliau: Antum a’lamu bi umuri dunyakum (kalian lebih mengerti tentang urusan dunia kalian). Mengenai urusan keduniaan kita diberikan kebebasan untuk mengaturnya, namun tetap harus dilandasi oleh ta’abbud. Tanpa tujuan ta’abbud ini niscaya kehidupan yang kita jalani menjadi kosong tanpa tujuan yang berarti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar